Pages

Kamis, Desember 18, 2008

Tradisi Prasejarah: Nias Sejak 12.000 Tahun Lalu

Nias telah mengenal peradaban sejak 12.000 tahun lalu
Jakarta, Kompas - Tradisi megalitik—salah satu produk budaya dari masa prasejarah—di Pulau Nias, Sumatera Utara, masih berlanjut dan hingga kini terus dipertahankan oleh masyarakat pendukungnya. Kenyataan itu, antara lain, terlihat dalam sistem kepercayaan tentang asal- usul serta pemujaan terhadap arwah para leluhur.
"Dibandingkan daerah-daerah lain di Indonesia, keberadaan tradisi megalitik di Pulau Nias sangat menarik untuk ditelaah lebih dalam. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, terutama mereka yang berada di kampung-kampung, segala sesuatunya cenderung selalu berorientasi ke tradisi megalitik," kata Harry Truman Simanjuntak, ahli arkeologi prasejarah dari Puslitbang Arkeologi Nasional.
Ahli peneliti utama (APU) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) penyandang gelar profesor riset ini, Selasa (3/10), mengungkapkan hasil serangkaian penelitian Puslitbang Arkeologi Nasional bersama Institut de Recherche pour le Developpement (IRD) Perancis di Pulau Nias sejak tahun 2001.
Kesimpulan awal yang bisa dirujuk dari artefak sisa kehidupan yang ditemukan di Goa Tögi Ndrawa, misalnya, Pulau Nias paling tidak sudah mengenal peradaban sejak 12.000 tahun lalu. Bahkan, ada indikasi proses migrasi dari Asia daratan ke Pulau Nias sudah terjadi sejak 30.000 tahun lampau.
Secara umum, Pulau Nias memiliki sejarah hunian yang panjang. Temuan benda-benda arkeologis di daerah aliran Sungai Muzöi berupa artefak batu berkarakter paleolitik (alat batu dari masa berburu dan mengumpulkan makanan), kata Truman Simanjuntak, menunjukkan bahwa manusia telah hadir di wilayah ini sejak kala pleistosen. Artinya, "manusia Nias" ketika itu sudah mengenal peradaban sesuai dengan kerangka waktu masa paleolitik secara umum.
"Dari serangkaian penelitian di beberapa situs di wilayah ini menghasilkan suatu asumsi bahwa memasuki kala holosen (setelah periode zaman es), manusia prasejarah yang tinggal di Nias mulai memanfaatkan lingkungan alam sekitar secara intensif," ungkap Truman.
Dibandingkan dengan temuan tradisi megalitik di daerah-daerah lain di Indonesia, memang ada banyak kesamaan dengan tinggalan yang ada di Nias. Namun, dilihat dari perspektif kajian arkeologi prasejarah, keberadaan tinggalan tradisi megalitik di pulau ini sangat menarik. Sebab, dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Nias masih banyak ditemukan aktivitas yang berhubungan dengan tradisi megalitik.
Di hampir setiap kampung, terutama kampung-kampung tua, kata Truman Simanjuntak, selalu ada arca yang menggambarkan cikal bakal nenek moyang mereka. Patung-patung yang merupakan simbol nenek moyang itu masih dipuja. Begitu pun pola hadap bangunan rumah dan kepercayaan pada folklor tentang asal-usul nenek moyang.
"Ada kesan segala sesuatu berorientasi ke megalitik," ujar Truman Simanjuntak. (ken)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar !