Pages

Sabtu, April 15, 2017

Mencari Pasangan Hidup


Jodoh Di Tangan Tuhan, Benar atau Tidak?

Seringkali kita menganggap sepele tetapi masalah mencari pasangan hidup bukanlah masalah yang mudah, karena menemukan pasangan hidup bukanlah pekerjaan yang hanya dilakukan oleh diri sendiri tetapi seluruh keluarga bahkan keluarga besar dan komunitas ikut memberikan andil dan berbagai masukan untuk menemukan pasangan hidup yang baik dan benar.
Mengapa keluarga besar ikut andil bahkan komunitas turut serta memberikan pandangan dan masukan? apakah ini hanya tradisi turun temurun? Bahkan kita bisa membandingkan bagaimana pasangan hidup yang diceritakan seperti kisah Ishak dan Ribka, Abraham dan Sara, Yusuf dan Maria. Peran keluarga dan komunitas jelas sangat membantu.
Keluarga turut serta mencari dan menemukan pasangan hidup yang baik dan benar tidak lain hanyalah sebuah pertimbangan untuk memastikan keluarga yang akan dibentuk dapat membawa kebahagian.
Salah satu keputusan terpenting yang harus diambil oleh seseorang dalam kehidupannya adalah tentang siapa yang akan menjadi pendamping hidupnya. Keputusan ini menjadi keputusan yang sangat penting mengingat bahwa secara mendasar perkawinan hanya dirancang Allah untuk dilakukan sekali sepanjang hidup. Menikah dengan orang yang salah berarti mengalami kekecewaan seumur hidup; tetapi menemukan orang yang tepat, akan mendatangkan tahun-tahun yang dapat dinikmati bersama. Masalah yang sangat essensial adalah bagaimana menemukan orang yang tepat? Apakah memang betul Tuhan telah menetapkan seseorang untuk menjadi pendamping hidupku? Kalau ya, bagaimana caranya supaya bisa menemukan orang tersebut? Kalau tidak, apa yan seharusnya saya lakukan untuk menemukan orang yang tepat tersebut?
Konsep yang Umum (Tetapi Keliru)
Salah satu kekeliruan yang umum dijumpai dalam masalah menemukan pasangan hidup yang tepat adalah keyakinan bahwa Allah telah menetapkan satu orang untuk menjadi pasangan dari seseorang, sebelum orang tersebut dilahirkan, bahkan mungkin sebelum dunia diciptakan. Sebagai akibat dari kekeliruan konsep ini, maka tidak sediki orang yang berusaha menemukan “pasangan jiwanya” dengan cara-cara yang kurang dapat dipertanggungjawabk an.
Misalnya, dengan bertanya kepada ahli ramal-meramal dll. Tidak jarang ditemukan, mereka yang sudah menikah tetapi merasa frustasi dengan pernikahannya, merasionalisasikan apa yang dialaminya dengan mengatakan, “Ia memang jodohku, mau apa lagi?”.”Mau tidak mau, rela tidak rela saya harus belajar kehendak Tuhan, karena ini jodoh dari Tuhan.” Dengan demikian, orang Kristen sebenarnya secara sadar ataupun tidak – sudah menjadi seorang fatalis. Seorang fatalis adalah orang yang melihat segala sesuatu yang terjadi di dalam kehidupannya sudah ditentukan oleh apa yang disebut sebagai takdir. Apabila memang benar bahwa Allah telah menetapkan satu orang untuk menikahi satu orang, maka Allah-lah yang patut bertanggung jawab untuk ketidakbahagiaan yang dialami dalam rumah tangga. Mengapa? Alasannya sederhana: Allah-lah yang telah menetapkan mereka untuk menjadi pasangan satu dengan yang lainnya.
– Dua contoh kasus.
Orang yang menyakini bahwa Allah telah menetapkan satu orang untuk menjadi pasangan bagi orang lain, seringkali menggunakan dua contoh kasus yang terjadi dalam Alktitab sebagai dasar bagi pandangan mereka. Dua contoh kasus tersebut adalah: kisah Adam dan Hawa (Kej 2:20-23) dan kisah Ishak dan Ribka (Kej 24).Kej 2:20-23, “Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia. Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk daripadanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. Lalu berkatalah manusia itu, “Inilah dia,tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki.”
Sebagian orang Kristen mengambil ayat-ayat di atas sebagai bukti bahwa untuk setiap pria, Allah telah menyiapkan seorang wanita sebagai istrinya. Akan tetapi, apabila diperhatikan dalam konteks kitab Kejadian pasal 2, sama sekali tidak ditemukan pembahasan tentang cara memilih pasangan hidup. Kejadian pasal 2 hanya berbicara tentang perlunya seorang pria mendapatkan seorang wanita sebagai pasangan hidupnya. Tidak satupun ayat dalam kitab Kejadian pasal 2 yang memberikan janji bahwa Tuhan sendiri yang akan mempersiapkan dan mempertemukan seorang pria dengan seorang wanita yang telah dipilihkan-Nya. Apa yang terjadi dalam kitab Kejadian pasal 2 adalah suatu peristiwa yang luar biasa, yang tidak akan terulang lagi dalam sejarah manusia.
Satu-satunya prinsip yang dapat ditarik dari kisah ini adalah : Apabila di dunia ini, oleh suatu sebab, hanya tertinggal seorang pria dan seorang wanita, maka pria itu dapat dengan sejahtera memutuskan bahwa wanita itu satu-satunya orang yang cocok dengannya, demikian juga sebaliknya.Kisah kedua adalah kisah bagaimana Abraham mengutus Eliezar untuk menemukan seorang wanita yang tepat untuk Ishak, anaknya. Kej 24:12-14 “Lalu berkatalah ia: “Tuhan, Allah tuanku Abraham, buatlah kiranya tercapai tujuanku pada hari ini, tunjukkanlah kasih setia-Mu kepada tuanku Abraham. Di sini aku berdiri di dekat mata air, dan anak-anak perempuan penduduk kota ini datang keluar untuk menimba air. Kiranya terjadilah begini: anak gadis, kepada siapa aku berkata, “Tolong miringkan butungmu itu, supaya aku minum, dan yang menjawab, “Minumlah, dan unta-untamu juga akan kuberi minum – dialah yang Kautentukan bagi hamba-Mu, Ishak; maka dengan begitu akan kuketahui, bahwa Engkau telah menunjukkan kasih setia-Mu kepada tuanku itu.”Demikianlah kemudian terjadi. Ribka datang dan memenuhi tanda yang diinginkan oleh Eliezar. Kisah ini kelihatannya mendukung keyakinan bahwa secara khusus Allah telah menetapkan seorang wanita untuk seorang pria dan sebaliknya. Dan ketetapan ini bisa diketahui melalui “tanda”. Tetapi benarkah demikian?
Apa yang terjadi dalam kisah Ishak dan Ribka adalah suatu kasus yang sangat khusus. Dengan pengertian lain, cara seperti inibukanlah cara yang normatif. Allah tidak selalu menjanjikan akan memberikan tanda-tanda khusus bagi anak-anak-Nya dalam menemukan pasangan hidupnya.Kisah ini hanyalah satu-satunya yang tercatat dalam Alkitab, banyak kisah pasangan lainnya, terjadi secara natural begitu saja.
Seperti misalnya, pertemuan antara Abraham-Sara, Ruth-Boas, dan bahkan Yusuf-Maria. Lalu bagaimana? Allah menciptakan manusia dan memberinya kehendak bebas. Termasuk dalam kehendak bebas yang dimilikki oleh manusia adalah kebebasan dalam memilih pasangan hidup. Allah juga menciptakan manusia dengan kemampuan untuk merasa dan berpikir dengan baik. Dengan kemampuan untuk merasa dan berpikir inilah seharusnya manusia memilih seseorang untuk menjadi pendamping hidupnya. Dalam proses pemilihan tersebut, Alkitab memberikan beberapa pedoman penting :
1. Jangan memilih seorang yang bukan Kristen sebagai pasangan hidup.
Rasul Paulus menyatakannya secara tegas dalam 2Kor 6:14-15, “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimana terang dapat bersatu dengan gelap? Persamaan apakah yang terdapat antara Kristus dan Belial? Apakah bagian persamaan?
orang-orang percaya dengan orang-orang tak percaya. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan, oleh karena menyangkut satu hal yang sangat mendasar: dasar dan pandangan hidup. Perbedaan dasar dan pandangan hidup akan mempersulit proses komunikasi dan penerimaan satu dengan yang lain.”
2. Pertimbangkanlah kesesuaian (compatibilities) antara diri anda dan pasangan anda.
Allah menghendaki setiap orang Kristen mendapatkan pasangan yang seimbang dan sesuai di dalam kehidupannya. Kej 2:20, “Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia.”Kesesuaian adalah kunci untuk sebuah hubungan yang kuat. Kesesuaian tidak berarti sama persis, tetapi kesesuaian berarti berbeda tetapi bisa saling melengkapi dan menerima. Kesesuaian ini meliputi bidang-bidang: kerohanian, kemampuan rasio, dan kematangan sikap hidup. Semakin sedikit kesesuaian yang ada, semakin sulit untuk membangun relasi yang kuat dan mantap. Oleh karena itu, sebelum hubungan bergerak terlalau jauh, perhatikanlah masalah kesesuaian ini. Ingatlah, pernikahan hanyalah pengalaman sekali seumur hidup.
3. Pertimbangkanlah karakternya.
Dalam kisah Eliezar menemukan Ribka, Eliezar meminta Tuhan untuk menunjukkan kepadanya seorang wanita yang tindakannya menunjukkan
kerendahan hati, ketaatan, dan sikap melayani (Kej 24:13-14).
Martin De Haan memberikan beberapa kualitas karakter yang penting bagi orang Kristen yang akan memasuki pernikahan pada masa kini :
* Kesediaan untuk melayani, kerendahan hati (Yoh 13:1-7, Rom 12:16)
* Kemurnian dalam hal seksual (Rom 13:13-14, Ibr 13:4)
* Prioritas yang benar dalam hidup (Pkh 2:1-11)
* Komitmen untuk bergereja dan melayani (Ibr 10:24-25)
* Sikap mengasihi (Yoh 13: 35)
* Penguasaan diri (Ams 23:20-21)
* Tanggung jawab (1Tim 5: 8)
Tentunya daftar ini tidak seharusnya menjadikan kita mencari orang yang sempurna. Tidak ada orang yang sempurna, tetapi kesediaan untuk terus belajar dan bertumbuh dalam karakter-karakter di atas sangatlah penting.
Beberapa tips yang berguna. Dari kisah Eliezar menemukan Ribka bagi Ishak, terdapat beberapa tips yang berguna dalam proses menemukan pasangan hidup yang cocok. Perhatikanlah beberapa tips sederhana berikut ini :
* Carilah di tempat yang tepat
Eliezar tidak mencari pasangan bagi Ishak di kampung orang Kanaan.
Ia mencari pasangan bagi Ishak di tempat di mana orang-orang juga menyembah Tuhan yang benar. Demikian juga bagi kita sekarang. Temukanlah calon pasangan hidup kita, ditempat yang tepat.
* Minta pertolongan Tuhan
Eliezar berdoa dan memohon pimpinan Tuhan (Kej 24:12). Demikianlah juga hendaknya yang kita lakukan. Dengan berdoa berarti kita mengakui keterbatasan yang ada, dan sekaligus mengakui keutamaan Tuhan di dalam kehidupan kita.
* Jangan mendasarkan keputusan semata-mata mengikuti satu “tanda”
Meskipun kita menyakini “tanda” itu berasal dari Allah; teta pergunakanlah akal sehat. Eliezar terus menerus mengamati dan menilai Ribka, walaupun ia sudah mendapati bahwa “tanda” yang dimintanya telah terpenuhi (Kel 24:21).
* Meminta pertimbangan orang lain
Ribka pun sebelum ia akhirnya bersedia mengikuti Eliezar, terlebih dahulu mendengarkan pendapat dari keluarganya (Kel 24:51, 58-61).
atu hal yang perlu diingat dalam masa pencarian pasangan hidup : “True love takes time”.
Selamat mencari pasangan hidup bersama dengan Tuhan Yesus.
Making the family as a cultural force prosperous and harmonious