Pages

Selasa, April 21, 2009

Pulau Nias, Gambaran Bali Masa Lalu


BALI 30 tahun lalu. Begitu kebanyakan pendatang menyebut Pulau Nias, pulau kecil di tengah Samudera Indonesia bagian barat Sumatera yang terletak 85 mil dari daratan Sibolga, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. pemandangan alam dan peninggalan masa lalu pulau seluas 5.318 kilometer persegi itu sungguh karunia Tuhan yang tidak ternilai harganya.
Setidaknya ada 14 pantai dengan pasir putih yang indah di sekeliling pulau. Sebagian besar pantainya berombak besar sepanjang tahun yang sangat cocok untuk olahraga selancar. Danau air panas Idanogawo, komunitas batu dan ikan karang kepulauan Pulau-pulau Telo, Lahewa, batuan megalitik di Gomo berusia di atas 3000 tahun, rumah adat Bawomataluo yang masih terjaga serta banyak lagi potensi terpendam yang belum tersentuh polesan manusia modern. Itu merupakan daya tarik Nias.
Pantainya seperti Sorake dan Lagundri yang berada di Teluk Lagundri, Kecamatan Teluk Dalam (120 km selatan Gunungsitoli, pasir putihnya menyatu dengan hamparan ribuan pohon kelapa sepanjang dua kilometer. Lokasi ini sesuai buat berjalan kaki, jogging atau merasakan deburan ombak yang bergulung tiada henti. “Wonderful,” kata Greg (32), turis Australia yang sudah bermukim di Sorake selama sepekan.
Tapi, masih ada nilai lebih pantai Sorake, yaitu ombaknya. Menurut para peselancar asing yang pernah ke Nias, belum layak dikatakan seseorang menjadi peselancar tangguh dunia bila belum menaklukkan ombak di sana. Sorake merupakan salah satu tempat selancar terbaik dunia setelah Hawaii.
Keindahan kawasan yang mulai dikenal dunia tahun 1980-an tersebut memang bukan basa-basi. Pada bulan Juni setiap tahunnya Sorake dijadikan ajang kontes selancar kelas dunia berkualifikasi bintang tiga dengan total hadiah 40.000 dollar AS. Setiap penyelenggaraan, sekitar 10 negara biasanya ikut ambil bagian untuk mendapatkan nilai penentuan peringkat internasional. Bahkan Australia telah menjadikan Nias sebagai salah satu lokasi wajib perlombaan selancarnya. Artinya, kejuaraan itu sudah dianggap sebagai salah satu kegiatan dalam negerinya sendiri.
Sorake dengan gulungan ombak setinggi dua meter membuat para atlet dapat bertahan cukup lama di dalamnya sehingga memaksa juri memberikan nilai sempurna 10. Pecahan ombaknya sangat halus dan dengan kesempurnaan bentuk gulungan ombak tuba (tube) klasik yang mungkin hanya terdapat dalam buku teori. Jye Gofton, peselancar Australia yang merupakan juara bertahan Nias Indonesian Open 1995, sempat membuat rekor yang hampir mustahil didapat peselancar dengan mendapat nilai 28,82 dari kemungkinan maksimal 30.
Teluk Lagundri memang memiliki ciri khas menguntungkan peselancar. Formasi terumbu karang di sepanjang pantai membuat ombak yang masuk dari selatan harus membentur karang terlebih dahulu sehingga membentuk gulungan. Pecahnya ombak semakin bagus karena lokasinya berada di kawasan teluk sehingga mampu membentuk ombak sepanjang 100 meter dengan 11 sampai 13 gulungan teratur. Selain itu, peselancar tidak perlu bersusah payah berenang ke tengah laut. Mereka cukup berjalan sedikit di tepian pantai dan ombak yang diinginkan sudah tersedia. Hal ini sangat memudahkan peselancar pemula maupun profesional.
***
BILA Anda mau berselancar atau sekadar tamasya tapi tidak suka keramaian, masih ada pilihan lain di Pulau Asu dan Pulau Bawah yang sangat sepi bahkan dari penduduk asli sekalipun. Dua pulau di Kecamatan Sirombu ini berbeda menyolok musim ombaknya. Saat angin utara bertiup dari Januari sampai Mei, Pulau Bawah sangat baik berselancar di sana, sebaliknya bila angin selatan bertiup, Mei sampai Oktober Pulau Asu-lah sasarannya.
Kesepian dan keindahan Pulau Asu membuat Nicholai Neven (34) dari Belgia betah bertahan di pulau itu sejak Juni 1993. Bersama Emannuel Telaumbanua, anak mantan Gubernur Sumut PR Telaumbanua, Nico - panggilan akrab Nicholai - membuka lima homestay yang disewakan kepada turis bertarif Rp 15.000 per malam.
Alasan turis datang, kata Nico, ombaknya sangat bagus untuk berselancar dan sepi dari pengunjung dibandingkan Sorake. Beberapa tempat di sana dapat dilakukan snorkeling dan scuba diving. Pada bulan Juli terutama setelah Kejuaraan Selancar Nias di Sorake, sekitar 30-50 peselancar selalu bermukim di sana bahkan ada yang sampai satu bulan.
“Kami belum pernah mempromosikan khusus, lagi pula memang tidak kami inginkan. Kami selalu menekankan kepada turis yang datang agar hanya memberitahu kepada temannya saja. Bila Pulau Asu menjadi ramai, kita pasti akan mencari tempat sepi yang lain. Cukuplah seperti ini saja, kita bisa makan secukupnya sambil menghayati keindahan alam ini,” ujar Nico.
Pulau Bawah pantainya juga indah, ombaknya besar dan jauh dari permukiman penduduk. Bedanya, di pulau ini lokasi selancar memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi karena banyak batu karangnya. Namun, kebanyakan peselancar asing justru ingin mencoba menaklukkan keganasan karang di sana. Kelebihan Pulau Bawah dibanding Pulau Asu yakni ada Danau Kecil berair tawar tepat di tengah-tengah pulau.
“Sudah seminggu lebih di Pulau Bawah bermukim 20 turis yang berasal dari berbagai negara, kebanyakan dari Australia,” ujar Ama Fredy (36), pemilik warung di pantai Sirombu.
Pantai yang juga asyik dikunjungi adalah pantai Moale, sekitar 40 kilometer sebelum Teluk Lagundri. Pasir putihnya di pantai sepanjang 2,5 km jauh lebih indah dibanding Sorake maupun Lagundri, dan saat matahari terbenam bola merah jingga matahari terbenam memantulkan warna emas di atas air laut.
Ada lagi pantai lain. Misalnya pantai Lahewa sepanjang delapan kilometer yang terletak 60 kilometer di ujung paling utara Pulau Nias. Di lokasi itu terdapat taman laut dengan hiasan batu dan ikan karang yang cantik. Belum lagi keindahan pantai Sirombu, pantai Lahusa, pantai Pulau-pulau Telo, pantai Sipika, Hinako, Sibranon, Tanamasa, Tanabala, Foa, Olora, Muara serta pantai lainnya.
***
DI Bukit Tolobahu di sisi sebuah gereja di atas Desa Idano Tae, Gomo, sekitar 60 km dari Gunungsitoli, terdapat ratusan batuan bermacam bentuk seperti patung, altar dan benda lain yang diperkirakan telah berusia di atas 3.000 tahun. Desa yang kini berpenghuni sekitar 15 kepala keluarga itu konon diyakini sebagai tanah leluhur nenek moyang pertama orang Nias. Tempat yang sedikit berbau mistis ini begitu dikeramatkan sebagian besar warga Nias.
Di areal seluas 3.000 meter persegi itu terlihat dominan meja batu yang semuanya berjumlah 62 unit. Tingginya berbeda-beda, ada yang 80 cm, 70 cm, 50 cm sampai 20 cm dengan ketebalan 10 sampai 20 cm. Benda lainnya adalah patung dengan hiasan kepala naga sejumlah 42 unit. Selain itu masih ada peti mayat, lesung pencucian kaki, mimbar, tiang pasungan, batu pancung, pilar gapura, kursi raja, kursi tamu, bangku panjang, jambangan bunga serta mangkok batu.
Meja-meja batu itu hingga kini masih utuh meski kondisi sekitarnya ditumbuhi semak tanda kurang terpelihara. Meja batu paling besar konon dipakai nenek moyang Nias untuk jamuan tamu agung atau kerajaan tetangga. Meja batu ukuran menengah untuk jamuan hulubalang raja, dan yang kecil untuk para abdi dan rakyat jelata.
Nias juga punya rumah adat. Lokasi yang paling terjaga terdapat di Desa Bawomataluo, Orahili dan Hilisimaetano, Kecamatan Teluk Dalam. Di desa-desa tradisional inilah terdapat hombo batu (susunan batu berbentuk kerucut setinggi dua meter) yang dikenal sebagai tempat latihan para pemuda yang akan berperang pada zaman dahulu. Pemuda yang akan berperang lulus seleksi bila mampu melompati batu ini. Logikanya sederhana, batu itu sebagai uji coba melewati benteng desa lawan yang umumnya terdiri dari batu setinggi dua meter juga. (syahnan)
Sumber: Kompas Online

Making the family as a cultural force prosperous and harmonious

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar !